Jumat, 18 Januari 2013

Yupnical Saketi dan Konsistensinya Bersenandung Huluan


Membaca karya-karya Yupnical Saketi, kita akan dibawa ke alam melayu yang begitu kental. Saya menyebutnya puisi jenis ini dengan sebutan  “senandung huluan”. Citarasa melayu dalam sajak Yupnical Saketi lebih spesifik mencirikan lokalitas kejambian. Tidak hanya sebatas tema, Yupnical Saketi mencoba lebih jauh mengembangkan dialektika kejambian dalam diksi-diksi yang ia bangun. Seperti diketahui, Puisi Melayu Jambi sebelumnya telah lebih dulu diperkenalkan oleh alm. Ary Setya Ardhi dalam sajaknya yang fenomenal “Menanam Sungai Rembulan”. Dan beberapa Penyair Jambi lainnya, yang kemudian bergayung sambut ke generasi terkini, sebut saja FE Sutan Kayo, Buana KS, dan termasuk saya sendiri ikut menggali kecirian Jambi dalam tema dan dialektika berpuisi.

Dalam suatu diskusi sederhana, Yupnical Saketi menyebutkan “Kita Jambi ini punya kecirian puisi tersendiri, berbeda dengan daerah lainnya. Karena nenek moyang kita dulu telah menitipkan karya sastra lisan yang begitu indah, sebut saja Tale, Krinok, Seloko, Kunoun, Mantra, Senandung Jolo, dll, tinggal kita menggali sastra yang sudah ada itu menjadi sesuatu yang baru tentunya dengan format kekinian, itulah tugas kita sebagai pewaris tradisi” ucapnya. Saya pun ikut larut dalam perbincangan sederhana itu. Tentu saya yang selama ini sedikit banyak juga berkarya dengan kecirian melayu, punya niat yang sama. Dan saya pikir sebuah ide bagus untuk meletakkan (memperkenalkan) kecirian puisi melayu Jambi ini ke hamparan yang lebih luas. Dan “Sauk Seloko” bunga rampai puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI yang diselenggarakan di Jambi baru-baru ini telah sedikit meriakkannya, semoga lebih menggema dan mengena ke pemirsa sastra, bahwa Jambi punya kecirian puisi tersendiri.

Kembali ke pokok persoalan, Yupnical Saketi adalah salah satu dari penyair Jambi yang secara konsisten dengan karyanya bercirikan melayu. Dari beberapa puisinya yang saya ikuti, konsitensinya tidak terlepas pada dialektika tetapi juga terlihat dari konstruksi puisi yang ia bangun. Dimas Arika Miharja, dalam buku “Mengangkat Batang Terendam” bunga rampai makalah PPN VI Jambi menyebutkan bahwa ada simbol “karamentang” pada puisi-puisi tanpa bait Yupnical Saketi. Lebih lanjut beliau menyebutkan, konsistensi puisi Yupnical Saketi juga terlihat pada simbol huruf “O” dan tokoh “Puti” yang terus ia dengungsebutkan.

Berikut salah satu contoh puisi Yupnical Saketi yang didedikasikan kepada saya beberapa waktu yang lalu, saya kutip secara utuh:


O Sauk Seloko
: Adi Suhara

cecanggah hari tumbuh, 2013 jumlahnya. helai uban lah menghitungnya
di selenting ranting kau seekor punai menyanyikan krinok huluan
kabarkan derai dari debar kekisah lama nan tak lagi tersauk
duh puti, langu mengapung di riak bulan purnama nan meruapkan pasang
catatan-catatan pesan itu tak jua merimbun
“lelangkah kini lah hilang arah, rangorang beringatan dangkal punya
sejarah sesingkat jengkal” kicaumu di siang nan kepayang litak
O sauklah, celup tangguk dan tangkul itu pada riak sungai rembulan
di musim pasang, bukan kebetulan dia naik ke jenjang
membawa kenangan
di bawahnya ada batang terendam dililit akar kiambang
--kata orang itulah seloko?—
percayalah bebuih tak lah kan menghalang, ia kan pecah sendiri
disayat mata waktu berlamur langu mu sayang
dan aku kan membayangkan kau bermandi tuah di lubuk rindu
“engkau selalu datang sebagai punai, sedang mataku renyai, luka jatuh ke dalam,” reranting
berderak halus, suaranya nyaris tak terdengar angin
ketika rangorang beranjak memikul tangkul, bubu, jala, tangguk
dan pancing
menuju petang yang semakin bergemerincing
ada yang berseruling ketika kekabut mengancing matahari O
“inilah lanskap tentang hilir hari ini” teriaknya silu
ketika kalender menguap hanyutkan tanggalan, musim-musim hampa
tenggelamkan tahun yang tak lagi sempat menunaskan bebunga
di laman mendadak petang, punai mengajak terbang
tuju huluan, gegunung tempat alif tegak terpancang
serupa mercusuar menujahkan cahaya ke mata langit
duhai, di situlah rerumah pawana bagi segala sejarah nan
lah dilupakan bersarang. matamu bermanik
ya, puti kita bawa pulang saja sauk ini ke hulu, karena
di binarnya adalah kolam, dimana seloka dan penno berenang-renang
serupa seribu semah dan tilan membiaki lubuk larangan
dan di ruang mata itulah kita lihat kampung-kampung
kembali mengemas halaman O

Kota Tanah Pilih Pseko Betuah; 01/13
Ttd
yupnical saketi

            Dari puisi di atas, dan dari beberapa puisi-puisi Yunical Saketi lainnya dapat saya simpulkan, bahwa sosok Yupnical Saketi adalah sosok yang konsisten dalam berkarya. Konsisten dalam mengangkat lokalitas melayu Jambi baik tema maupun dialektika, dan juga konsisten terhadap simbol-simbol yang ia bangun. Teruslah berkarya kawan, sauklah seloko, dan lautkan kajanglako ke muara keabadian. Salam sastra

Tabir Ulu, 18 Januari 2013

Tidak ada komentar: