Jumat, 11 Januari 2013

“Di Tanah Jambi” Guratan Kecil dalam “Sauk Seloko”


             Sesuai permintaan panitia seleksi puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI (selanjutnya disingkat PPN VI) Jambi, lima puisi pun saya layangkan ke email panitia. Lima puisi tersebut berjudul: Nusantara, Tanah Melayu, Mari Berdendang, Di Kuncup Pagi dan Ujung Petang, dan Di Tanah Jambi. Saya pun mengirimkan puisi yang terlebih dahulu saya sesuaikan dengan tema PPN VI Jambi tersebut, yaitu  “Nusantara dalam Perspektif Historis, Filosofis, dan Eksistensial". Jujur bagi saya yang awam ini, yang secuma penulis puisi huluan ini, tema yang sedemikian “wow” itu agak rumit juga saya jabarkan. Setelah saya cermati satu-persatu, sekali lagi satu per satu, baru lah saya mulai menuangkan ide tersebut dalam bentuk larik-larik puisi. Maka jadilah lima puisi bertemakan kenusantaraan, kemelayuan, dan kejambian itu. Mungkin tidak lengkap rasanya jika ke lima puisi tersebut tidak saya dedahkan dalam catatan ini. Berikut petikan bait ke dua dan ke tiga puisi berjudul “ Nusantara” dalam sederetan puisi yang saya kirimkan:

/2/
di jemarimu, pinisi pujangga melautkan kata
menumpas garang lanun dan gelombang samudera
dari zaman ke zaman, dari masa ke masa
mengoyak tapal batas dan garis-garis peta

/3/
di matamu, para peziarah abad mengeja aksara pallawa
membaca kembali artefak-artefak purba
merekonstruksi silsilah puyang di tubuhmu
tentang rumpun yang tercerai-berai membuih, menyerpih

            Puisi di atas bertemakan kenusantaraan, tidak termasuk yang diloloskan panitia. Barangkali saja tidak-atau dengan kata lain-kurang sejalan dengan tema yang diusung panitia, tentu panitia punya standar dan kriteria tersendiri dalam menilai dan meloloskan sebuah karya. Selanjutnya mari kita perhatikan penggalan puisi ke dua saya berjudul “Sepanjang Zaman” berikut petikannya:

Membentanglah sepanjang zaman
negeri gemah ripah berbunga rempah
terselip di antara dua samudera, terapit  di antara dua benua
inilah nusantara, tanah berpagar bulu perindu
berpasir putih berlaut biru, tempat para saudagar berburu gaharu
tempat para pelaut berburu kerapu

dan puisi ke tiga yang saya sajikan secara utuh, berjudul “Mari Berdendang” berikut petikannya:

Merakit sepi di tepian
meranting rindu di halaman
sesap-menyesap, semak-menyemak
seliku tanjung, sehuluan

Oi, serantau bertuah
si rotan sikai lah nyesak dada
isilah sangku, tabuhlah gendang
lautkan biduk, kayuhlah sampan
marilah berdendang

            Dua buah puisi di atas bertema dan bercita rasa melayu. Dan kemelayuan ini pula yang saya coba angkat dengan menyisipkan lokalitas kejambian. Mari kita simak dua buah puisi di bawah ini bertemakan lokalitas melayu Jambi, puisi berjudul “Di Kuncup Pagi dan Ujung Petang”, dan berikut penggalan baitnya:

di kuncup pagi, setampuk embun melembab di bibir daun
mengisak tangis di antara gelimpangan musim
tanah-tanah mengering lepuh
menyisakan anak-anak sungai mencurah senyum
ke lubuk dangkal di kaki bukit, tempat anak kijang bermandi angin

dan selanjutnya inilah puisi yang akhirnya dipilih panitia (kurator) untuk ikut tergabung ke dalam “Sauk Seloko”,  puisi ini berjudul “Di Tanah Jambi” berikut saya sajikan secara utuh:

Pagi, embun dipikat di rimbun pucuk karet
ketipak-ketipung daun-daun iringi jerit punai merindu
cucur getah bercampur keringat berluka nanah di batang para
sejak nenek moyang beranak-pinak di tanah ini

Senja, secangkir kawo terhidang di tikar pandan
ruak-ruak melenggang lantunkan lagu ilalang
bujang gadis menanam pantun
di tanah ladang

Malam, di bawah sinar bulan
sekumpulan gadis berselampit delapan
berselendang mayang
melagukan krinok tauh sepanjang halaman

            Dari uraian-uraian saya di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak semua puisi bercorak kenusantaraan dapat tergabung ke dalam “Sauk Seloko” (bunga rampai puisi PPN VI) ini, begitu juga dengan puisi-puisi bertema dan bercorak melayu. Dari beberapa puisi yang saya coba simak dan telusuri, sepertinya kecenderungan kurator (Dimas Arika Miharja, Acep Zamzam Noor, dan Gus tf) lebih menitik beratkan pada lokalitas karya tentu dalam kerangka keberagaman nusantara. Termasuk salah satunya puisi saya “Di Tanah Jambi” yang telah menjadi guratan kecil dalam “Sauk Seloko” bunga rampai puisi PPN VI ini.. wassalam.

Tabir Ulu, 12 Januari 2013

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ternyata kita punya pengalaman yang sama dengan tema hehehe

Salam takzim!