Membaca
karya-karya Yupnical Saketi, kita akan dibawa ke alam melayu yang begitu kental.
Saya menyebutnya puisi jenis ini dengan sebutan “senandung huluan”. Citarasa melayu dalam sajak
Yupnical Saketi lebih spesifik mencirikan lokalitas kejambian. Tidak hanya
sebatas tema, Yupnical Saketi mencoba lebih jauh mengembangkan dialektika
kejambian dalam diksi-diksi yang ia bangun. Seperti diketahui, Puisi Melayu
Jambi sebelumnya telah lebih dulu diperkenalkan oleh alm. Ary Setya Ardhi dalam
sajaknya yang fenomenal “Menanam Sungai Rembulan”. Dan beberapa Penyair Jambi
lainnya, yang kemudian bergayung sambut ke generasi terkini, sebut saja FE
Sutan Kayo, Buana KS, dan termasuk saya sendiri ikut menggali kecirian Jambi
dalam tema dan dialektika berpuisi.
Dalam
suatu diskusi sederhana, Yupnical Saketi menyebutkan “Kita Jambi ini punya
kecirian puisi tersendiri, berbeda dengan daerah lainnya. Karena nenek moyang
kita dulu telah menitipkan karya sastra lisan yang begitu indah, sebut saja Tale, Krinok, Seloko, Kunoun, Mantra,
Senandung Jolo, dll, tinggal kita menggali sastra yang sudah ada itu
menjadi sesuatu yang baru tentunya dengan format kekinian, itulah tugas kita sebagai
pewaris tradisi” ucapnya. Saya pun ikut larut dalam perbincangan sederhana itu.
Tentu saya yang selama ini sedikit banyak juga berkarya dengan kecirian melayu,
punya niat yang sama. Dan saya pikir sebuah ide bagus untuk meletakkan
(memperkenalkan) kecirian puisi melayu Jambi ini ke hamparan yang lebih luas. Dan
“Sauk Seloko” bunga rampai puisi Pertemuan Penyair Nusantara VI yang
diselenggarakan di Jambi baru-baru ini telah sedikit meriakkannya, semoga lebih
menggema dan mengena ke pemirsa sastra, bahwa Jambi punya kecirian puisi
tersendiri.
Kembali
ke pokok persoalan, Yupnical Saketi adalah salah satu dari penyair Jambi yang
secara konsisten dengan karyanya bercirikan melayu. Dari beberapa puisinya yang
saya ikuti, konsitensinya tidak terlepas pada dialektika tetapi juga terlihat
dari konstruksi puisi yang ia bangun. Dimas Arika Miharja, dalam buku
“Mengangkat Batang Terendam” bunga rampai makalah PPN VI Jambi menyebutkan
bahwa ada simbol “karamentang” pada
puisi-puisi tanpa bait Yupnical Saketi. Lebih lanjut beliau menyebutkan,
konsistensi puisi Yupnical Saketi juga terlihat pada simbol huruf “O” dan tokoh
“Puti” yang terus ia dengungsebutkan.
Berikut
salah satu contoh puisi Yupnical Saketi yang didedikasikan kepada saya beberapa
waktu yang lalu, saya kutip secara utuh:
O Sauk
Seloko
: Adi
Suhara
cecanggah
hari tumbuh, 2013 jumlahnya. helai uban lah menghitungnya
di
selenting ranting kau seekor punai menyanyikan krinok huluan
kabarkan
derai dari debar kekisah lama nan tak lagi tersauk
duh puti,
langu mengapung di riak bulan purnama nan meruapkan pasang
catatan-catatan
pesan itu tak jua merimbun
“lelangkah
kini lah hilang arah, rangorang beringatan dangkal punya
sejarah
sesingkat jengkal” kicaumu di siang nan kepayang litak
O
sauklah, celup tangguk dan tangkul itu pada riak sungai rembulan
di
musim pasang, bukan kebetulan dia naik ke jenjang
membawa
kenangan
di
bawahnya ada batang terendam dililit akar kiambang
--kata
orang itulah seloko?—
percayalah
bebuih tak lah kan menghalang, ia kan pecah sendiri
disayat
mata waktu berlamur langu mu sayang
dan
aku kan membayangkan kau bermandi tuah di lubuk rindu
“engkau
selalu datang sebagai punai, sedang mataku renyai, luka jatuh ke dalam,”
reranting
berderak
halus, suaranya nyaris tak terdengar angin
ketika
rangorang beranjak memikul tangkul, bubu, jala, tangguk
dan
pancing
menuju
petang yang semakin bergemerincing
ada
yang berseruling ketika kekabut mengancing matahari O
“inilah
lanskap tentang hilir hari ini” teriaknya silu
ketika
kalender menguap hanyutkan tanggalan, musim-musim hampa
tenggelamkan
tahun yang tak lagi sempat menunaskan bebunga
di
laman mendadak petang, punai mengajak terbang
tuju
huluan, gegunung tempat alif tegak terpancang
serupa
mercusuar menujahkan cahaya ke mata langit
duhai,
di situlah rerumah pawana bagi segala sejarah nan
lah
dilupakan bersarang. matamu bermanik
ya,
puti kita bawa pulang saja sauk ini ke hulu, karena
di
binarnya adalah kolam, dimana seloka dan penno berenang-renang
serupa
seribu semah dan tilan membiaki lubuk larangan
dan
di ruang mata itulah kita lihat kampung-kampung
kembali
mengemas halaman O
Kota
Tanah Pilih Pseko Betuah; 01/13
Ttd
yupnical
saketi
Dari puisi di atas, dan dari beberapa puisi-puisi Yunical
Saketi lainnya dapat saya simpulkan, bahwa sosok Yupnical Saketi adalah sosok yang
konsisten dalam berkarya. Konsisten dalam mengangkat lokalitas melayu Jambi
baik tema maupun dialektika, dan juga konsisten terhadap simbol-simbol yang ia
bangun. Teruslah berkarya kawan, sauklah seloko, dan lautkan kajanglako ke
muara keabadian. Salam sastra
Tabir Ulu, 18 Januari
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar