Oleh : Adi Suhara
Tiba-tiba saja kau gugup
saat dentingan lonceng jam gento kembali menjentik telingamu
keangkuhan yang sempat kau bangun melebihi menara eiffell
seketika runtuh luluh lantak bekeping-keping
menyisakan petak-petak ubin masa lalu yang kusam dan berlumut
Sekejap saja kau kembali teringat
akan riangnya bujang-gadis
menanam pantun di tanah ladang
setelah separuh umurmu sempat lupa
akan lezatnya tempoyak patin di meja makan
Kini, saat tiupan angin lembah masurai
kembali menyapu ubun-ubunmu
dan gemericik riak Batang Tabir
kembali mengalir di alir nadimu
kaupun memaksa tersenyum : Bias
Lamat-lamat kicau murai di pucuk karet
kembali bersarang di ruang hatimu
Lantas ingin segera kau lahap
waktu yang terbuang dari menara Jam gento tanpa sisa
dahagamupun punah saat kau kecup riak merangin
lewat gerbong kereta :
Ujung Tanjung Muaro Mesumai
Di sisa rentamu kau berkata ;
Tuhan, izinkanlah sepasang kakiku
kembali tertancap di tanah lempung ini
Merangin, Juli 2005
1 komentar:
mampiir Pak,nunggu sahur disini
Posting Komentar